KOTA SEMARANG, Fmedio.com – JARI JEMARI anak-anak tampak lihai memainkan rebana di Masjid Baitul Muttaqin, Perumahan Wahyu Utomo, Ngaliyan, Kota Semarang, Jumat (7/10). Sore itu, mereka mengiringi selawat yang dilantunkan oleh Ustaz Ahmat Sholikhin.
Ada 4 anak yang bertugas memainkan rebana, sementara 40-an lainnya duduk melingkar berselawat mengikuti sang ustaz. Meski puluhan anak itu masih berusia 4-12 tahun, mereka tetap bisa menjaga adab di depan mihrab imam.
Ustaz Ahmat sengaja mengalihkan kegiatan di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Wahyu Utomo Semarang. Muridnya-muridnya diarahkan menuju masjid yang berada di seberang gedung TPQ untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
“Kebetulan hari ini bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad, jadi anak-anak diliburkan dulu untuk berselawat bersama,” katanya.
Membimbing anak-anak dengan rentan usia yang beragam untuk mengenal agama bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun, Ustaz Ahmat seolah sudah menyentuh hati mereka sehingga anak-anak dengan riang mengikuti arahan yang diberikan.
Bagi warga Perumahan Wahyu Utomo yang mempercayakan anaknya di TPQ tersebut, sosok Ustaz Ahmat memang bukanlah orang asing. Sudah 12 tahun lamanya, pria asal Karangtengah, Demak itu menjadi guru TPQ di sana.
Setelah menikah, Ustaz Ahmat bahkan tidak meninggalkan pekerjaan tersebut meski istrinya kini berada di Demak.
“Istri di Demak, saya tinggal di Semarang,” katanya.
TPQ Wahyu Utomo memiliki delapan guru dengan jumlah murid sebanyak 110 anak yang dibagi di dua lokasi. Per anak dibebani biaya SPP sebesar Rp 20 ribu, sementara tiap guru diberi gaji tidak menentu, tergantung jam mengajar yang diambil. Rata-rata per bulan guru TPQ di sana mengantongi Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu.
“Mungkin tidak banyak, tetapi Alhamdulillah,” ujarnya bapak dua anak itu.
Perhatian Pemerintah
Sembilan tahun menjadi guru TPQ, Ustaz Ahmad tidak terlalu merasakan perhatian dari pemerintah. Gaji yang tak seberapa, membuat dirinya harus mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi.
Di pagi hari, dia mengajar di SD Hj. Isriati, Kalipancur, Ngaliyan, Kota Semarang, lalu sorenya di TPQ dan pada malam hari memberikan les privat.
“Orang tua murid di TPQ banyak yang kenal saya. Kemudian, beberapa meminta saya memberikan les privat untuk anak-anak mereka,” ujarnya.
Perhatian dari pemerintah baru dia rasakan pada periode kedua Ganjar Pranowo menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah bersama wakilnya, Taj Yasin Maimoen.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada 2019 memberikan bantuan insentif pengajar keagamaan sebesar Rp 1,2 juta/tahun. Bantuan tersebut diberikan Pemprov melalui Kanwil Kemenag Jateng yang kemudian disalurkan kepada pengajar Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.
“Kita lihat bisyarah (upah) guru TPQ itu berapa, kan, tidak banyak. Adanya insentif ini sangat bermanfaat sekali,” kata pria berusia 31 tahun itu.
Insentif guru ngaji Rp 1,2 juta/tahun disalurkan bertahap. Tiap empat bulan sekali, guru TPQ yang terdaftar akan menerima insentif Rp 400 ribu yang langsung masuk ke mereka.
Ustaz Ahmat mengharapkan program bantuan yang dicetuskan Ganjar-Taj Yasin bisa terus berlanjut dan ditingkatkan. Menurutnya, program tersebut sangat membantu meringankan beban guru TPQ di Jawa Tengah.
Dari delapan guru di TPQ Wahyu Utomo sendiri, ada enam orang yang menerima insentif, sementara dua lainnya tidak menerima karena satu berstatus ASN dan satunya lagi ber-KTP luar Jawa Tengah.
“Harapannya, untuk program insentif guru ngaji ini terus berlanjut supaya lebih bisa menyejahterakan guru-guru TPQ di Jawa Tengah,” ujarnya.
Gotong-royong guru TPQ
TPQ adalah bagian dari pendidikan nonformal yang ada di Indonesia. Kehadiran lembaga ini memiliki tugas mulia untuk memberikan pengajaran membaca Al-Qur’an, serta memahamkan dasar-dasar Islam pada anak sejak usia dini.
Umumnya, para guru TPQ menerima imbalan sukarela sehingga tanpa keikhlasan dari pengajar, pendidikan nonformal ini muskil berjalan.
Ustazah Winarni Wahyuning Tyas, Guru TPQ Bustanul Hikmah, Kota Semarang, mengatakan rendahnya upah seringkali membuat banyak orang enggan menjadi guru TPQ. Ibu tiga anak ini menceritakan pada awal mengajar, dia hanya mendapatkan upah Rp 100 per/bulan.
Kendati demikian, Ustazah Tyas tetap menjalani pekerjaan tersebut dengan ikhlas. Pada pagi hari dia mengajar di taman kanak-kanak (TK), lalu sorenya di TPQ yang berlokasi Jl. Gedung Batu Tengah III RT 07/RW 05 Ngemplak, Simongan, Semarang Barat, Kota Semarang.
“Guru TPQ itu, kan, kalo tidak benar-benar dari hati itu, kan, sulit menjalani ini,” ujar perempuan yang menggeluti profesi ini selama delapan tahun, Jumat (7/10).
Perubahan mendasar baru dia rasakan pada awal 2019. Pemkot Semarang dan Pemprov Jateng membuat program insentif guru ngaji yang membuat guru TPQ seperti dirinya merasa lebih dihargai dan diperhatikan.
Dari Pemprov Jateng, Ustazah Tyas menerima Rp 1,2 juta/tahun, sementara dari Pemkot Semarang menerima Rp 1,5 juta per tiga bulan.
“Sebelum dapat insentif, cuma bisyarah dari TPQ. Anak-anak ada yang membayar SPP ada yang tidak. Kami dapat bisyarah sekitar Rp 100 ribu per bulan. Setelah ada insentif, kami tambahannya ya dari insentif itu, alhamdulillah,” ujarnya.
TPQ Bustanul Hikmah memiliki delapan guru dengan jumlah murid yang terdaftar sebanyak 100 anak. Namun, tidak semua guru di sana menerima insentif dari Pemkot dan Pemprov. Hanya empat guru yang menerima dua insentif tersebut.
“Kalau insentif dari Pemkot itu syaratnya harus ber-KTP sini (Kota Semarang, red), lalu satu guru minimal mengajar 25 anak. Di sini, kan, muridnya ada 100, jadi ya hanya empat guru yang dapat,” tuturnya.
Sejumlah guru TPQ Bustanul Hikmah yang menerima insentif tidak menutup mata dengan yang tidak menerima. Ustazah Tyas menuturkan tiap insentif cair, mereka akan mengumpulkan bersama kemudian dibagi rata kepada guru yang tidak menerima.
“Uang insentif kami kumpulkan, lalu dibagi sesuai waktu mengajarnya. Rata-rata di Kota Semarang seperti itu, karena tidak semua guru di sini dapat,” ujarnya.
Dia berharap program insentif guru ngaji dapat terus berjalan dan bisa menyasar ke semua guru TPQ yang ada di Jawa Tengah. Menurutnya, program tersebut sangat berdampak terhadap ekonomi guru TPQ.
“Harapannya, ada intensif terus untuk guru ngaji karena ini sangat membantu meringankan beban kami,” pungkas Ustazah Tyas.
Sebuah kabar gemberi
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mengucapkan terima kasih kepada seluruh guru agama yang mengajarkan ilmu dengan santun dan mengedepankan budi pekerti yang baik, termasuk mencerdaskan anak bangsa dan mencintai juga membela negara.
Menanggapi sejumlah permintaan dari guru TPQ, dia mengatakan bahwa tahun depan akan ada tambahan penerima insentif pengajar keagamaan.
“Insyaallah, tahun depan akan ada tambahan penerima sebab sampai saat ini masih banyak guru agama yang belum mendapatkan insentif,” katanya saat dihubungi via WhatsApp, Sabtu (8/10).
Program bantuan insentif kepada pengajar agama di Provinsi Jawa Tengah untuk periode anggaran 2022 menyasar sebanyak 211.455 orang. Pada saat pertama digulirkan pada 2019, program tersebut baru mencakup 171.131 pengajar agama.
Satu tahun kemudian, total penerima bertambah 40.324 menjadi 211.455 orang, baik untuk pengajar agama Islam di Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren dan TPQ, Sekolah Minggu (Kristen/Katolik), Pasraman (Hindu), dan Vijjalaya (Buddha).
Adapun, total anggaran yang diberikan untuk para penerima berjumlah Rp 253,746 miliar, sementara total realisasi dari 2019-2021 mencapai Rp 712.849.200.000.
Pemprov Jateng untuk 2023 tengah menyusun tambahan penerima insentif. Saat ini ada usulan tambahan sekitar 20 ribu pengajar agama di Jateng, yang jika disetujui akan menerima bantuan pada tahun depan.
Terkait dengan nominal insentif, Wagub tidak berani berjanji. Saat ini, yang sedang diprioritaskan penambahan jumlah penerima terlebih dahulu.
“Untuk tambahan nominal, kami berharap dari pemda di 35 kabupaten/kota ikut juga mengapresiasi para guru agama dengan ikut serta memprogramkan insentif guru agama,” tutup Taj Yasin Maimoen.(mar4/fmedio)